Minggu, 30 Oktober 2016

Kampung Halaman Ku

           Saya lahir di salo dan dibesarkan didesa air manis, waktu saya berumur lebih kurang 7 tahun ayah membawa ibu pindah ke desa air manis hingga sekarang saya masih tinggal di desa air manis. Saya nyaman tinggal di desa air manis  yang dikarenakan udaranya segar, bersih dan terbebas dari polusi. Mungkin dikarenakan disekeliling lingkungan tempat tinggal saya masih banyak terdapat pepohonan.
             Di desa air manis ini juga terdapat tempat wisata yang dinamakan sungai hijau. mengapa dinamakan sungai hijau? jika kita perhatikan dari jauh maupun dekat airnya hijau yang disebabkan oleh disekeliling sungai terdapat pepohonan karet yang melindungi sungai tersebut. siapapun yang berkunjung disana merasa nyaman, uadaranya pun segar, airnya pun lumayan dinginlah.
            
           

Sabtu, 15 Oktober 2016

Sejarah Bangkinang Dengan Berbagai Versi



Ocu adalah salah satu suku yang tidak terlalu besar di Riau salah satu suku dari Melayu. Orang-orang dari suku ini berasal dari Kabupaten Kampar Provinsi Riau. Memang hingga saat ini banyak kontroversi tentang asal-usul dari suku ini. Seperti, ada yang mengatakan orang-orang Ocu berasal dari Sumatera Barat, karena memang Kabupaten Kampar sendiri berbatasan langsung dengan Provinsi Sumatera Barat.
Pendapat pertama ini memang punya alasan sendiri karena budaya, adat istiadat, bahasa, strukturpemerintahan, hingga gaya bangunan agak memiliki kemiripan dengan budaya Sumatera Barat. Selain itu dalam sejarah daerah ini juga merupakan wilayah kerajaan Pagaruyung.
Akan tetapi, hingga saat ini, belum ada satu orang anak keturunan Ocu yang mau disebut sebagai orang Minang. Entah apa sebabnya, kemungkinan juga karena beberapa sifat antara Orang Ocu dengan Minang agak berbeda ditambah lagi dipengaruhi oleh faktor masa lalu dan sejarah.
Selain ada yang mengatakan dari Sumatera Barat, juga ada yang menyebutkan orang Ocu asli orang Melayu Daratan. Hal ini disebabkan di daerah Riau sendiri sifat dan karakteristik yang dimiliki oleh wilayah Kampar juga persis seperti adat dan kebudayaan di beberapa Kabupaten di Riau seperti Kabupaten Kuantan Singingi.
Ada juga yang mengatakan Kampar atau negeri Ocu merupakan wilayah atau kerajaan yang berdiri sendiri, karena memiliki kerajaan tersendiri. Apapun pendapat tersebut mesti dipastikan kebenarannya.
Kembali kepada Ocu. Selain sebuah suku, kata Ocu juga bisa disebut sebagai sebuah bahasa, yaitu bahasa Ocu – percampuran bahasa Melayu dengan bahasa Minang, dan mirip seperti bahasa Kuantan. Memang dalam kosa kata bahasa Ocu banyak yang sangat mirip dengan bahasa Melayu.
Selain bahasa, Ocu juga bisa digunakan untuk sebutan sebuah wilayah, dan sebutan bagi saudara atau anak yang ke empat hingga selanjutnya. Dalam adat Kampar, anak pertama oleh saudara-saudaranya dipanggil dengan sebutan Uwo (berasal dari kata Tuo, Tua, yang paling tua).
Anak kedua dipanggil oleh adik-adiknya dengan kata Ongah, yang berasal dari kata Tengah, artinya anak yang paling tengah, atau anak ke dua. Sedangkan anak yang ke tiga dipanggil oleh adik-adiknya dengan nama Udo, atau anak yang paling Mudo atau yang paling Muda.
Untuk anak yang ke empat baik laki-laki maupun perempuan, juga dipanggil dengan Ocu, yang kemungkinan besar juga berasal dari kata Ongsu, yang dalam bahasa Indonesianya berarti Bungsu atau anak yang bungsu (terakhir). Anak ke lima dan seterusnya juga berhak untuk disapa dengan Ocu.
Tidak hanya dalam struktur kekeluargaan saja kata Ocu ini digunakan, tapi juga digunakan bagi anak-anak yang lebih muda kepada teman, kerabat dan sanak keluarga. Seperti anak muda kepada yang sedikit lebih tua dari pada dirinya.
Kata ini juga dipakai sebagai panggilan kehormatan dan kebanggaan (bukan panggilan kebesaran seperti gelar adat) bagi orang Kampar.
Jadi Ocu adalah sebuah wilayah, suku, bahasa, adat, sebutan atau nama panggilan, dan panggilan kebanggaan bagi orang-orang di Kampar.

Pendidikan Di Indonesia



Pendidikan merupakan salah satu hal yang penting bagi manusia. Sarana yang digunakan untuk mendapatkan pendidikan biasanya sekolah, namun tidak hanya dari sekolah saja kita bisa mendapatkan pendidikan, tapi dari buku, Video , internet, pengalaman, dan masih banyak lagi. Jika kita hidup tanpa pendidikan, kita tak akan mengenal ilmu pengetahuan.
 Sejarah pendidikan yang ada di Indonesia, dan kita akan mulai dari zaman kita belum merdeka, yap! zaman dulu sebelum negara kita Indonesia merdeka, kita sudah mengenal Pendidikan loh ! berikut informasinya.
Pendidikan Pada Masa Portugis Karena berkembangnya perdagangan, pada awal abad ke-16 datanglah Portugis ke Indonesia yang kemudian disusul bangsa Spanyol. Selain untuk berdagang, mereka juga menyebarkan agama Nasrani (Khatolik). Waktu orang-orang Portugis datang ke Indonesia, mereka dibarengi oleh missionaris, yang diberi tugas untuk menyebarkan agama Khatolik di kalangan penduduk Indonesia. Seorang di antaranya adalah Franciscus Xaverius, yang dianggap sebagai peletak batu pertama Khatolik di Indonesia. Franciscus Xaverius berpendapat bahwa untuk memperluas penyebaran agama Khatolik itu perlu sekali didirikan sekolah-sekolah.
Pada tahun 1536 didirikan sebuah seminarie di Ternate, yang merupakan sekolah agama bagi anak-anak orang terkemuka. Selain pelajaran agama diberikan juga pelajaran membaca, menulis dan berhitung. Di Solor juga didirikan semacam seminarie dan mempunyai ±50 orang murid, di sekolah ini juga diajarkan bahasa Latin. Pada tahun 1546 di Ambon sudah ada tujuh kampung yang penduduknya beragama Khatolik, ternyata di sana juga diselenggarakan pengajaran untuk rakyat umum. Karena sering timbul pemberontakan, maka pada akhir abad-16 habislah kekuasaan Portugis di Indonesia. Ini berarti habis pula riwayat missi Khatolik di Maluku.
Missi ini adalah missi negara, artinya para missionaris mendapat jaminan hidup dari negara. Maka jatuhnya negara mengakibatkan hilangnya tenaga missi itu, sehingga usaha-usaha pendidikan terpaksa harus dihentikan. Pendidikan Pada Masa Belanda Dengan berakhirnya kekuasaan Portugis, maka timbullah kekuasaan baru, yakni Belanda. Belanda semula datang ke Indonesia untuk berdagang. Orang Belanda, yang telah bersatu dalam badan perdagangan VOC, menganggap perlu menggantikan agama Khatolik yang telah disebarkan oleh orang Portugis dengan agamanya, yaitu agama Protestan. Untuk keperluan inilah, maka didirikan sekolah-sekolah, terutama di daerah yang dahulu telah dinasranikan oleh Portugis dan Spanyol. Sekolah pertama didirikan VOC di Ambon pada tahun 1607.
Pelajaran yang diberikan berupa membaca, menulis dan sembahyang. Sebagai gurunya maka diangkat orang Belanda, yang mendapat upah. Hubungan antara Kompeni dengan rakyat di Pulau Jawa tidak serapat di Maluku. Ini disebabkan oleh 2 hal: Rakyat di pulau Jawa sedikit sekali menghasilkan rempah-rempah untuk keperluan pasar dunia. Untuk mendapatkan rempah-rempah itu VOC tidak perlu berhubungan langsung dengan rakyat, sudah cukup bila berhubungan dengan kepala-kepala saja.
Rakyat di Pulau Jawa tidak terkena pengaruh Portugis. Agama Khatolik tidak masuk ke pulau Jawa. Jadi tidak ada alasan bagi Kompeni untuk mempengaruhi rakyat di Pulau Jawa. Karena dua alasan itulah, maka di Pulau Jawa tidak ada susunan persekolahan dan gereja yang seluas di Maluku. Sekolah pertama di Jakarta didirikan pada tahun 1617. Lima tahun kemudian sekolah itu mempunyai murid 92 laki-laki dan 45 perempuan. Tujuan dari sekolah ini adalah menghasilkan tenaga-tenaga kerja yang cakap, yang kelak dapat dipekerjakan pada pemerintahan, administrasi dan gereja.
Sampai tahun 1786 dipergunakan bahasa Belanda sebagai bahasa pengantar. Dalam abad ke-17 dan 18 pendidikan kejuruan tidak diselenggarakan. Inipun tidak mengherankan, kerena pengajaran Kompeni mempunyai dasar keagamaan. Pikiran, bahwa taraf ekonomi masyarakat dapat dinaikkan oleh pendidikan kejuruan, baru muncul dalam abad ke-19.
Dengan bertambah meluasnya pendidikan di Indonesia pada abad ke-20, timbullah golongan baru dalam masyarakat di Indonesia, yaitu golongan cerdik pandai yang mendapat pendidikan Barat, tapi tidak mendapat tempat maupun perlakuan yang sewajarnya dalam masyarakat kolonial. Pendidikan menimbulkan keinsyafan nasional dan keinsyafan bernegara. Dengan alat dan senjata yang dipelajarinya dari Barat sendiri, yaitu organisasi rakyat cara modern, lengkap dengan susunan pengurus pusat dan cabang di daerah-daerah.
 Pergerakan ini dicetuskan kaum cerdik pandai, sebagian besar keturunan kaum bangsawan. Partai maupun pergerakan - pergerakan yang timbul sesudah tahun 1908 ada yang berdasarkan agama seperti Sarekat Islam, ada yang berdasarkan sosial seperti Muhammadiyah, ada pula yang berazaskan kebangsaan, seperti Indische Partij, yang pertama sekali merumuskan semboyan Indie los van Nederland yang diambil alih PNI dan diterjemahkan menjadi “Indonesia Merdeka” (1928). Pendidikan Pada Masa Jepang Zaman penjajahan Jepang berlangsung pendek (7 Maret 1942 – 17 Agustus 1945). Karena Indonesia dikuasai Jepang di masa perang, segala usaha Jepang ditujukan untuk perang. Murid-murid disuruh bergotong-royong mengumpulkan batu, kerikil dan pasir untuk pertahanan.
Pekarangan sekolah ditanami dengan ubi dan sayur-mayur untuk bahan makanan. Murid disuruh menanam pohon jarak untuk menambah minyak untuk kepentingan perang. Yang terpenting bagi kita di zaman Jepang ialah dengan kerobohan kekuasaan Belanda diikuti pula tumbangnya sistem pendidikan kolonial yang pincang. Karena pemerintahan militer Jepang menginternir banyak orang Belanda, maka sekolah-sekolah untuk anak Belanda dan Indonesia kalangan atas ikut lenyap. Tinggal susunan sekolah yang semata-mata untuk anak-anak Indonesia saja. Sekolah rendah seperti Sekolah Desa 3 tahun, Sekolah Sambungan 2 tahun, ELS, HIS, HCS yang masing-masing 7 tahun, Schakel School 5 tahun, dan MULO dihapus semua. Yang ada hanya Sekolah Rakyat (Kokomin Gakko) yang memberikan pendidikan selama 6 tahun, sekolah menengah yang dibuka ialah Cu Gakko (laki-laki) dan Zyu Gakko (perempuan) yang lama pendidikannya selama 3 tahun. Selain sekolah menengah, banyak pula didirikan sekolah kejuruan, yang terbanyak ialah sekolah guru.
Jepang menganggap sekolah guru penting sekali, karena sekolah itu yang akan menyiapkan tenaga dalam jumlah yang besar untuk memompakan dan mempropagandakan semangat Jepang kepada anak didik. Pendidikan Pada Masa Kemerdekaan Upaya pemerintahan Indonesia di bidang pendidikan awal kemerdekaan ialah mengangkat tokoh pendidik yang telah berjasa pada masa kolonial seperti Ki Hadjar Dewantara, Moh. Syafe’i dari INS, Mr. Suwandi yang mengganti ejaan bahasa Indonesia yang disusun sebelumnya oleh Van Phuysen. Pengaruh masuknya ideologi kiri di dunia pendidikan ditandai melalui pengangkatan Menteri PP dan K. Prof. Dr. Priyono dari partai Kiri Murba.
Pendidikan Pada Masa Orde Baru Pemerintahan Orde Baru dengan tokoh-tokoh teknokrat dalam pucuk pimpinan pemerintahan melancarkan usaha pembangunan terencana dalam Pelita I sampai Pelita II, III dan seterusnya. Dalam Pelita I inilah pendidikan dapat diperkembangkan menurut satu rencana yang sesuai dengan keuangan negara. Keuangan negara agak membengkak waktu harga minyak mentah meloncat dari harga $3 menjadi $12 per barrel. Hal ini memungkinkan didirikannya SD Inpres (Instruksi Presiden) mengangkat guru-guru dan mencetak buku pelajaran.
Sebagai hasil Pelita I dalam bidang pendidikan telah ditatar lebih dari 10.000 orang guru. Telah
dibagikan lebih dari 63,5 juta buku SD kelas I, telah dibangun 6000 buah gedung SD, telah diangkat 57.740 orang guru terutama guru SD, serta dibangun 5 Proyek Pusat Latihan Teknik yaitu di Jakarta, Bandung, Surabaya, Medan dan Ujung Pandang. Pendidikan Pada Masa Reformasi Pada era pemerintahan Habibie yang masih menggunakan kurikulum 1994 yang disempurnakan pada masa pemerintahan Gus Dur. Pada masa pemerintahan Megawati terjadi beberapa perubahan tatanan pendidikan, antara lain: Diubahnya kurikulum 1994 menjadi kurikulum 2000 dan akhirnya disempurnakan menjadi kurikulum 2002 (Kurikulum Berbasis Kompetensi) yang merupakan kurikulum yang berorientasi pada pengembangan 3 aspek utama, antara lain aspek afektif, kognitif dan psikomotorik.

Pada 8 Juli 2003 disahkan UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang memberikan dasar hukum untuk membangun pendidikan nasional dengan menerapkan prinsip demokrasi, desentralisasi, otonomi, keadilan dan menjunjung HAM. Kemudian setelah Megawati turun dari jabatannya dan digantikan Susilo Bambang Yudhoyono, UU No. 20/2003 masih tetap berlaku, namun pada masa SBY juga ditetapkan UU RI No. 14/2005 tentang Guru dan Dosen. Penetapan UU tersebut disusul dengan pergantian kurikulum KBK menjadi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Kurikulum ini berasaskan pada PP No. 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. KTSP merupakan kurikum operasional yang disusun dan dilaksanakan masing-masing satuan pendidikan. KTSP terdiri dari tujuan pendidikan, tingkat satuan pendidikan, struktur dan muatan kurikulum tingkat satuan pendidikan, kalender pendidikan serta silabus (BSNP, 2006: 2). Tujuan pendidikan KTSP : Untuk pendidikan dasar, di antaranya meletakkan dasar kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia serta keterampilan hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut. Untuk pendidikan menengah, meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia serta keterampilan hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut. Untuk pendidikan menengah kejuruan, meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia serta keterampilan hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut sesuai dengan kejuruannya.



Tujuan Pendidikan Nasional

Mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indoensia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.
Dengan adanya pendidikan maka akan timbul dalam diri seseorang untuk berlomba-lomba dan memotivasi diri kita untuk lebih baik dalam segala aspek kehidupan. Pendidikan merupakan salah satu syarat untuk lebih memajukan pemrintah ini, maka usahakan pendidikan mulai dari tingkat SD sampai pendidikan di tingkat Universitas.
Pada intinya pendidikan itu bertujuan untuk membentuk karakter seseorang yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Akan tetapi disini pendidikan hanya menekankan pada intelektual saja, dengan bukti bahwa adanya UN sebagai tolak ukur keberhasilan pendidikan tanpa melihat proses pembentukan karakter dan budi pekerti anak.



Sabtu, 01 Oktober 2016

Aktivitas Di Pagi Hari

Aktivitas saya setiap pagi adalah sebelum pergi ke kampus saya membantu orang tua, kebetulan pada pagi ini saya masuk kuliah jam 10.10, jadi saya menyempatkan diri juga untuk membuatkan sarapan. Setelah itu saya mandi dan bersiap-siap pergi ke kampus, sebelum ke kampus saya juga menyempatkan diri untuk mencicipi sarapan yang telah saya buat sebelumnya sambil mengobrol dan bercanda gurau dengan ibu saya.

Tidak terasa waktu telah menunjukkan pukul 9.45 saya langsung pamit kepada ibu dan bergegas pergi ke kampus, sesampainya di kampus saya bertemu dengan teman-teman, sambil menunggu dosen dalam kelas saya dan teman-teman bercerita bareng sambil bercanda gurau. kebetulan mata kuliah pagi ini adalah bahasa indonesia dan sastra kelas tinggi.

Setelah selesai mata kuliah pagi ini saya dan teman-teman memutuskan untuk tidak pulang, sambil menunggu mata kuliah berikutnya saya dan teman-teman memutuskan untuk bermain dan menghabiskan waktu bersama di kampus. kebetulan mata kuliah siang ini model-model pembelajaran berbasis ICT masuknya sekitar jam 13.30. Begitulah aktivitas saya pada hari ini.