Pendidikan merupakan salah satu hal
yang penting bagi manusia. Sarana yang digunakan untuk mendapatkan pendidikan
biasanya sekolah, namun tidak hanya dari sekolah saja kita bisa mendapatkan
pendidikan, tapi dari buku, Video , internet, pengalaman, dan masih banyak
lagi. Jika kita hidup tanpa pendidikan, kita tak akan mengenal ilmu
pengetahuan.
Sejarah pendidikan yang ada di Indonesia, dan
kita akan mulai dari zaman kita belum merdeka, yap! zaman dulu sebelum negara
kita Indonesia merdeka, kita sudah mengenal Pendidikan loh ! berikut informasinya.
Pendidikan Pada Masa Portugis Karena
berkembangnya perdagangan, pada awal abad ke-16 datanglah Portugis ke Indonesia
yang kemudian disusul bangsa Spanyol. Selain untuk berdagang, mereka juga
menyebarkan agama Nasrani (Khatolik). Waktu orang-orang Portugis datang ke
Indonesia, mereka dibarengi oleh missionaris, yang diberi tugas untuk
menyebarkan agama Khatolik di kalangan penduduk Indonesia. Seorang di antaranya
adalah Franciscus Xaverius, yang dianggap sebagai peletak batu pertama Khatolik
di Indonesia. Franciscus Xaverius berpendapat bahwa untuk memperluas penyebaran
agama Khatolik itu perlu sekali didirikan sekolah-sekolah.
Pada tahun 1536 didirikan sebuah
seminarie di Ternate, yang merupakan sekolah agama bagi anak-anak orang
terkemuka. Selain pelajaran agama diberikan juga pelajaran membaca, menulis dan
berhitung. Di Solor juga didirikan semacam seminarie dan mempunyai ±50 orang
murid, di sekolah ini juga diajarkan bahasa Latin. Pada tahun 1546 di Ambon
sudah ada tujuh kampung yang penduduknya beragama Khatolik, ternyata di sana
juga diselenggarakan pengajaran untuk rakyat umum. Karena sering timbul
pemberontakan, maka pada akhir abad-16 habislah kekuasaan Portugis di
Indonesia. Ini berarti habis pula riwayat missi Khatolik di Maluku.
Missi ini adalah missi negara,
artinya para missionaris mendapat jaminan hidup dari negara. Maka jatuhnya
negara mengakibatkan hilangnya tenaga missi itu, sehingga usaha-usaha
pendidikan terpaksa harus dihentikan. Pendidikan Pada Masa Belanda Dengan
berakhirnya kekuasaan Portugis, maka timbullah kekuasaan baru, yakni Belanda.
Belanda semula datang ke Indonesia untuk berdagang. Orang Belanda, yang telah
bersatu dalam badan perdagangan VOC, menganggap perlu menggantikan agama
Khatolik yang telah disebarkan oleh orang Portugis dengan agamanya, yaitu agama
Protestan. Untuk keperluan inilah, maka didirikan sekolah-sekolah, terutama di
daerah yang dahulu telah dinasranikan oleh Portugis dan Spanyol. Sekolah
pertama didirikan VOC di Ambon pada tahun 1607.
Pelajaran yang diberikan berupa
membaca, menulis dan sembahyang. Sebagai gurunya maka diangkat orang Belanda,
yang mendapat upah. Hubungan antara Kompeni dengan rakyat di Pulau Jawa tidak
serapat di Maluku. Ini disebabkan oleh 2 hal: Rakyat di pulau Jawa sedikit
sekali menghasilkan rempah-rempah untuk keperluan pasar dunia. Untuk
mendapatkan rempah-rempah itu VOC tidak perlu berhubungan langsung dengan
rakyat, sudah cukup bila berhubungan dengan kepala-kepala saja.
Rakyat di Pulau Jawa tidak terkena
pengaruh Portugis. Agama Khatolik tidak masuk ke pulau Jawa. Jadi tidak ada
alasan bagi Kompeni untuk mempengaruhi rakyat di Pulau Jawa. Karena dua alasan
itulah, maka di Pulau Jawa tidak ada susunan persekolahan dan gereja yang
seluas di Maluku. Sekolah pertama di Jakarta didirikan pada tahun 1617. Lima
tahun kemudian sekolah itu mempunyai murid 92 laki-laki dan 45 perempuan.
Tujuan dari sekolah ini adalah menghasilkan tenaga-tenaga kerja yang cakap,
yang kelak dapat dipekerjakan pada pemerintahan, administrasi dan gereja.
Sampai tahun 1786 dipergunakan
bahasa Belanda sebagai bahasa pengantar. Dalam abad ke-17 dan 18 pendidikan
kejuruan tidak diselenggarakan. Inipun tidak mengherankan, kerena pengajaran
Kompeni mempunyai dasar keagamaan. Pikiran, bahwa taraf ekonomi masyarakat dapat
dinaikkan oleh pendidikan kejuruan, baru muncul dalam abad ke-19.
Dengan bertambah meluasnya
pendidikan di Indonesia pada abad ke-20, timbullah golongan baru dalam
masyarakat di Indonesia, yaitu golongan cerdik pandai yang mendapat pendidikan
Barat, tapi tidak mendapat tempat maupun perlakuan yang sewajarnya dalam
masyarakat kolonial. Pendidikan menimbulkan keinsyafan nasional dan keinsyafan
bernegara. Dengan alat dan senjata yang dipelajarinya dari Barat sendiri, yaitu
organisasi rakyat cara modern, lengkap dengan susunan pengurus pusat dan cabang
di daerah-daerah.
Pergerakan ini dicetuskan kaum cerdik pandai,
sebagian besar keturunan kaum bangsawan. Partai maupun pergerakan - pergerakan
yang timbul sesudah tahun 1908 ada yang berdasarkan agama seperti Sarekat
Islam, ada yang berdasarkan sosial seperti Muhammadiyah, ada pula yang
berazaskan kebangsaan, seperti Indische Partij, yang pertama sekali merumuskan
semboyan Indie los van Nederland yang diambil alih PNI dan diterjemahkan
menjadi “Indonesia Merdeka” (1928). Pendidikan Pada Masa Jepang Zaman
penjajahan Jepang berlangsung pendek (7 Maret 1942 – 17 Agustus 1945). Karena
Indonesia dikuasai Jepang di masa perang, segala usaha Jepang ditujukan untuk
perang. Murid-murid disuruh bergotong-royong mengumpulkan batu, kerikil dan
pasir untuk pertahanan.
Pekarangan sekolah ditanami dengan
ubi dan sayur-mayur untuk bahan makanan. Murid disuruh menanam pohon jarak
untuk menambah minyak untuk kepentingan perang. Yang terpenting bagi kita di
zaman Jepang ialah dengan kerobohan kekuasaan Belanda diikuti pula tumbangnya
sistem pendidikan kolonial yang pincang. Karena pemerintahan militer Jepang
menginternir banyak orang Belanda, maka sekolah-sekolah untuk anak Belanda dan
Indonesia kalangan atas ikut lenyap. Tinggal susunan sekolah yang semata-mata
untuk anak-anak Indonesia saja. Sekolah rendah seperti Sekolah Desa 3 tahun,
Sekolah Sambungan 2 tahun, ELS, HIS, HCS yang masing-masing 7 tahun, Schakel
School 5 tahun, dan MULO dihapus semua. Yang ada hanya Sekolah Rakyat (Kokomin
Gakko) yang memberikan pendidikan selama 6 tahun, sekolah menengah yang dibuka
ialah Cu Gakko (laki-laki) dan Zyu Gakko (perempuan) yang lama pendidikannya
selama 3 tahun. Selain sekolah menengah, banyak pula didirikan sekolah
kejuruan, yang terbanyak ialah sekolah guru.
Jepang menganggap sekolah guru
penting sekali, karena sekolah itu yang akan menyiapkan tenaga dalam jumlah
yang besar untuk memompakan dan mempropagandakan semangat Jepang kepada anak
didik. Pendidikan Pada Masa Kemerdekaan Upaya pemerintahan Indonesia di bidang
pendidikan awal kemerdekaan ialah mengangkat tokoh pendidik yang telah berjasa
pada masa kolonial seperti Ki Hadjar Dewantara, Moh. Syafe’i dari INS, Mr.
Suwandi yang mengganti ejaan bahasa Indonesia yang disusun sebelumnya oleh Van
Phuysen. Pengaruh masuknya ideologi kiri di dunia pendidikan ditandai melalui
pengangkatan Menteri PP dan K. Prof. Dr. Priyono dari partai Kiri Murba.
Pendidikan Pada Masa Orde Baru
Pemerintahan Orde Baru dengan tokoh-tokoh teknokrat dalam pucuk pimpinan
pemerintahan melancarkan usaha pembangunan terencana dalam Pelita I sampai
Pelita II, III dan seterusnya. Dalam Pelita I inilah pendidikan dapat
diperkembangkan menurut satu rencana yang sesuai dengan keuangan negara.
Keuangan negara agak membengkak waktu harga minyak mentah meloncat dari harga
$3 menjadi $12 per barrel. Hal ini memungkinkan didirikannya SD Inpres
(Instruksi Presiden) mengangkat guru-guru dan mencetak buku pelajaran.
Sebagai hasil Pelita I dalam bidang
pendidikan telah ditatar lebih dari 10.000 orang guru. Telah
dibagikan lebih dari 63,5 juta buku
SD kelas I, telah dibangun 6000 buah gedung SD, telah diangkat 57.740 orang
guru terutama guru SD, serta dibangun 5 Proyek Pusat Latihan Teknik yaitu di
Jakarta, Bandung, Surabaya, Medan dan Ujung Pandang. Pendidikan Pada Masa
Reformasi Pada era pemerintahan Habibie yang masih menggunakan kurikulum 1994
yang disempurnakan pada masa pemerintahan Gus Dur. Pada masa pemerintahan
Megawati terjadi beberapa perubahan tatanan pendidikan, antara lain: Diubahnya
kurikulum 1994 menjadi kurikulum 2000 dan akhirnya disempurnakan menjadi
kurikulum 2002 (Kurikulum Berbasis Kompetensi) yang merupakan kurikulum yang
berorientasi pada pengembangan 3 aspek utama, antara lain aspek afektif,
kognitif dan psikomotorik.
Pada 8 Juli 2003 disahkan UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang memberikan dasar hukum untuk membangun pendidikan nasional dengan menerapkan prinsip demokrasi, desentralisasi, otonomi, keadilan dan menjunjung HAM. Kemudian setelah Megawati turun dari jabatannya dan digantikan Susilo Bambang Yudhoyono, UU No. 20/2003 masih tetap berlaku, namun pada masa SBY juga ditetapkan UU RI No. 14/2005 tentang Guru dan Dosen. Penetapan UU tersebut disusul dengan pergantian kurikulum KBK menjadi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Kurikulum ini berasaskan pada PP No. 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. KTSP merupakan kurikum operasional yang disusun dan dilaksanakan masing-masing satuan pendidikan. KTSP terdiri dari tujuan pendidikan, tingkat satuan pendidikan, struktur dan muatan kurikulum tingkat satuan pendidikan, kalender pendidikan serta silabus (BSNP, 2006: 2). Tujuan pendidikan KTSP : Untuk pendidikan dasar, di antaranya meletakkan dasar kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia serta keterampilan hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut. Untuk pendidikan menengah, meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia serta keterampilan hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut. Untuk pendidikan menengah kejuruan, meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia serta keterampilan hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut sesuai dengan kejuruannya.
thanks infonya riska...
BalasHapus